Jumat, 02 November 2012
Hukum Mensturbasi/Onani dalam islam
A. Definisi Mensturbasi/Onani
Kata Mensturbasi/Onani tentu bukan hal asing bagi kaum muda, namun mungkin ada sebagian orang tidak mengerti atau belum terlalu paham tetang apa itu onani. Onani/Mensturbasi bila dijelaskan menurut Wikipedia yakni perangsangan seksual yang sengaja dilakukan pada organ kelamin untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual. Perangsangan ini dapat dilakukan tanpa alat bantu ataupun menggunakan sesuatu objek atau alat, atau kombinasinya. Masturbasi merupakan suatu bentuk autoerotisisme yang paling umum, meskipun ia dapat pula dilakukan dengan bantuan pihak (orang) lain.
Onani atau dalam bahasa arabnya al-istimna' biasanya dilakukan oleh kalangan muda baik pria maupun wanita, janda, duda maupun pasangan jarak jauh yang bertujuan menghindari dari perbuatan zina.
B. Pandangan dari sisi Medis
Dari sisi medis ada yang mengatakan bahwa onani memiliki manfaat memperlancar lajunya pembuluh darah pada alat kelamin, walaupun air mani tidak dikeluarkan secara langsung dengan onani kantung penyimpan air mani akan secara otomatis keluar bila kapasitasnya sudah penuh, biasanya terealisasikannya melalui mimpi basah atau mimpi berhubungan seksual dengan lawan jenis, onani juga dapat merefresh kerja otak serta kesadaran kinerja otak.
Namun bukan itu saja loh kawan, ternyata bila dilakukan terlalu sering onani juga ada sisi buruknya. Bahaya yang ditimbulkan jika terlalu sering beronani antara lain terganggunya pada sistem reproduksi, hilangnya sebagian daya ingat ( memori ), gangguan kesehatan, serta perubahan sikap/ tingkah laku. Nah... loh lalu bagaimana pandangan sikap menurut ajaran islam tentang onani, mari kita isngkap lebih laju.
C. Pandangan Onani dalam Hukum Islam
Sampai saat ini terjadi khilafiyah (perbedaan pendapat dikalangan ulama) mengenai hukum onani, menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, onani adalah kegiatan dilarang dalam Islam. Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimna’ (meraih kesenangan/kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah SWT halalkan. Allah tidak membolehkan istimna’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah SWT berfirman :
" Sungguh beruntung orang-orang beriman." (QS. Al-Mukminun 23:1)
"(yaitu) orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali untuk pasangannya (suami atau isterinya).” (QS. Al-Mukminun 23: 5-6)
"Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melewati batas”. (QS. Al-Mukminun 23: 7)
Dalam surat Al-Mukminun ayat tujuh tersebut, terdapat kata “Barangsiapa yang mencari di balik itu,” Maksudnya adalah yang mencari kepuasan seksual bukan dengan isteri atau suaminya, tapi dengan cara yang lain seperti homo seksual, lesbi dan onani, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan yang melampaui batas atau haram.
Namun ulama dari mahzab Hanafi dan Hanbali mengatakan masturbasi secara prinsip hukumnya terlarang atau haram, namun apabila dorongan seksual seseorang sangat tinggi padahal belum mampu menikah, demi mencegah perbuatan zina, maka dalam kondisi ini onani hukumnya menjadi mubah, tetapi dengan catatan tidak menjadi kebiasaan atau adat.
Sementara itu, imam Ibnu hamz berpendapat lain bahwa hukum masturbasi adalah makruh, artinya bila ditinggalkan mendapat pahala dan bila dikerjakan tidak berdosa. Ia mendasarkan pendapatnya pada firman Allah SWT :
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah 2:29)
Mencari kesenangan dengan cara masturbasi karena untuk melakukannya tidak melibatkan orang lain. Secara umum Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan fitrahnya. Salah satu fitrah manusia adalah memenuhi kebutuhan seksual.
Dari penjelasan di atas tentunya kita telah mampu menelaah bagaimana seharusnya kita bersikap tentang perilaku onani, baik dari segi untung maupun ruginya. Namun daripada itu yang terbaik apa yang disabdakan rosululloh kepada para pemuda :
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]
Dikutip dari beberapa sumber
FeryTanjaya-Bekasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar