BAB 9
MANUSIA DAN TANGGUNG
JAWAB
1. Pengertian Tanggung Jawab
Pengertian tanggung jawab memang seringkali terasa
sulit untuk menerangkannya dengan tepat. Adakalanya tanggung jawab dikaitkan
dengan keharusan untuk berbuat sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan
kesedihan untuk menerima konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk
tanggung jawab ini menyebabkan terasa sulit merumuskannya dalam bentuk
kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih
jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan,
kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan.
Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung
jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan
"menjawab" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk
menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka
menjawab suatu persoalan.
Pada umumnya banyak keluarga berharap dapat
mengajarkan tanggung jawab dengan memberikan tugas-tugas kecil kepada anak
dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai orangtua tentunya kita pun
berkeinginan untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.
Tuntutan yang teguh bahwa anak harus setia melakukan
tugas-tugas kecil itu, memang menimbulkan ketaatan. Namun demikian bersamaan
dengan itu bisa juga timbul suatu pengaruh yang tidak kita inginkan bagi
pembentukan watak anak, karena pada dasarnya rasa tanggung jawab bukanlah hal
yang dapat diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawab tumbuh dari
dalam, mendapatkan pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawab yang tidak
bertumpuk pada nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu
yang asosial.
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik
anak sejak usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab, sebagaimana
Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr. Carlotta
De Lerma, tentang prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk membantu
anak bertanggung jawab.
1. Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan
lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan
kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.
2. Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat
apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi
orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh
si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang
kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki
kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh
dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.
3. Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran,
hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar
anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
4. Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada
setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak
patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak
belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat
melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau
penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu.
Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak
berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan
ganjaran atas kesalahan dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak
menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang
tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi
setahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.
Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal
mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan
mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang
diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya
kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu
benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah
pada saat si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak yang sudah mampu berespon secara tepat,
adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan pribadi.
Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung
jawab.
Pada hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada
kemampuan, janganlah lantas kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun
itu tidak mempunyai tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik,
sehingga si adik terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang baru berusia
tujuh tahun tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban
tanggung jawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan
tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu
untuk lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.
Dalam memberikan anak suatu informasi tentang hal yang
harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa
pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang
seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali
tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana
caranya melakukan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa
hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh dilakukan.
2. Macam -
macam Tanggung Jawab
Tanggung jawab terdiri dari beberapa macam. berikut
penjelasan tentang macam-macam tanggung jawab :
- Tanggung Jawab Terhadap Dirinya Sendiri
manusia diciptakan oleh Tuhan mengalami periode lahir, hidup, kemudian
mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunyai “harga”, sebagai pengisi fase
kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri dibebani tanggung
jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri maka
tindakannnya tidak terkontrol lagi. Intinya dari masing-masing individu
dituntut adanya tanggung jawab untuk melangsungkan hidupnya di dunia sebagai
makhluk Tuhan.
Contoh:
Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
Contoh:
Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
- Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri atas ayah-ibu,
anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab itu
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Untuk memenuhi tanggung
jawab dalam keluarga kadang-kadang diperlukan pengorbanan.
Contoh:
Seorang ayah rela bekerja membanting tulang demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Contoh:
Seorang ayah rela bekerja membanting tulang demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
- Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain,
sesuai dengan kedudukanya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia
lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai
tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Contoh: Seseorang yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada lingkungan masyarakat yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis akan merusak masa depan generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut.
- Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara
Suatu kenyataan lagi bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga
negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkahlaku manusia
terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia
tidak bisa berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia
harus bertanggung jawabkan kepada negara.
Contoh:
Seperti contohnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus ikut serta melindungi dan menjaga nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengikuti segala aktivitas kenegaraan seperti pemilu, pilkada, dll.
Seperti contohnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus ikut serta melindungi dan menjaga nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengikuti segala aktivitas kenegaraan seperti pemilu, pilkada, dll.
- Tanggung Jawab Terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia
di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab melainkan untuk mengisi kehidupannya.
Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan
manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai
kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukum-hukum tersebut
akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun
manusia masih juga tidak menghiraukan, maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab
dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai Penciptanya.
Contoh:
Seorang muslim memiki tanggung jawab untuk beriman dan beribadah kepada-Nya. Itu sudah merupakan tuntutan dari sebuah tanggung jawab yang tidak bisa diganggu gugat dan harus dijalankan.
Contoh:
Seorang muslim memiki tanggung jawab untuk beriman dan beribadah kepada-Nya. Itu sudah merupakan tuntutan dari sebuah tanggung jawab yang tidak bisa diganggu gugat dan harus dijalankan.
3. Pengabdian Dan Pengorbanan
1. Pengabdian
Pengabdian
adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai
perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, honnat, atau satu ikatan dan semua
itu dilakukan dengan ikhlas.
2. Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan,
sehinggaa pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan
demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan
yang tidak mengandung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran
moral yang tulus ikhlas semata-mata.
Perbedaan antara pengertian pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas.
Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesama kawan, sulit
dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah
tingkatannya.
Tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman.
Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta
benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan
diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada
transaksi, kapan saja diperlukan.Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada
perbuatan sedangkan, pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu
misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu. Dalam pengabdian
selalu dituntut pengorbanan, tetapi pengorbanan belum tentu menuntut
pengabdian.
REFERENSI :
Ø http://akiliblogspotc.blogspot.com/2012/01/pengabdian-dan-pengorbanan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar