BAB 7
MANUSIA DAN KEADILAN
1. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal
secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.
Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap
salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan
adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana
halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi
tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2].
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan
dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang
berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan
memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan
realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas.
keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
2. Keadilan Sosial
Keadilan sosial
adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan
adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat
baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan
kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep
keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan
salah satu butir dalam Pancasila.
3. Berbagai Macam
Keadilan
Macam-macam Keadilan :
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok menurutnya.
2. Keadilan Distributif
Aristoteles berpandapat bahwa akan
terlaksa apabila hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang
tidak sama secara secara tidak sama. Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan
Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan sesuai dengan
masa kerjanya.
3. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Menurut aristoteles, pengertian
keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang bercorak ujug ekstrem menjadikan ketidakadilan dan aka merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
4. Kejujuran
Jujur adalah
sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Bagi yang telah
mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur
tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya
tahu maknanya secara samar-samar. Berikut saya akan mencoba memberikan
pemahaman sebatas mampu saya tetang makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap
seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena
maka seseorang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu
atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi
tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan”
(sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan
jujur.
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi tentu saja apa
yang ada pada diri sendiri atau di luar diri sendri. Misalnya keadaan atau
kondisi tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang serta yang akan
dilakukan. Sesuatu yang teramati juga dapat mengenai benda, sifat
dari benda tersebut atau bentuk maupun model. Fenomena yang teramati
boleh saja yang berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya.
Secara sederhana dapat dikatakan apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita
atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya
sesorang mengatakan dia akan hadir dalam pertemuan di sebuah
gedung bulan depan. Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di
sampaikannya itu maka seseorang itu bersikap jujur. Dengan kata lain jujur
juga berkaitan dengan janji. Disini jujur berarti mencocokan
atau menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan realisasi
(fenomena).
Mungkin kita pernah melihat atau memperhatikan Tukang
bekerja. Dia bekerja berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman
kerja (tertulis atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni 3 :
5. Tapi dalam pelaksanaan kerja Tukang tersebut tidak mengikuti angka
perbandingan itu, dia membuat perbandingan yang lain yakni 3 : 6,
Peristiwa ini jelas memperlihatkan si Tukang tidak mengikuti
ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan demikian berarti si Tukang tidak
bersikap jujur. Dalam kasus ini sang Tukang tidak berusaha
menyesuaikan informasi yang ada dengan fenomena
(tindakan yang dilaksanakan.
Kejujuran juga bersangkutan
dengan pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh , orang
Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi, bahwa ….orang pertama
sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah Cristofer Colombus…Padahal
menurut sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika
telah sampai kesana armada Laksmana Cheng ho. Artinya apa, tidak
ada pengakuan. Dalam hal ini kita juga melihat persoalan kesesuaian antara
fenomena (realitas) dengan informasi yang disampaikan.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan,
bahwa apa yang disebut dengan jujur adalah sebuah sikap
yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi
dengan fenomena.
Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq.
Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga.
5. Kecurangan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta,
kecurangan berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan
(Karni, 2000:49). Didalam buku Black’s Law Dictionary yang dikutip oleh Tunggal
(2001:2) dijelaskan satu definisi hukum dari kecurangan, yaitu berbagai macam
alat yang dengan lihai dipakai dan dipergunakan oleh seseorang untuk
mendapatkan keuntungan terhadap orang lain, dengan cara bujukan palsu atau
dengan menutupi kebenaran, dan meliputi semua cara-cara mendadak, tipu daya
(trick), kelicikan (cunning), mengelabui (dissembling), dan setiap cara tidak
jujur.
The Institute of Internal Auditor di Amerika mendefinisikan
kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan
penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian
organisasi oleh orang di luar atau dalam organisasi ( Karni, 2000:34).Fraud
atau kecurangan ini juga perlu dibedakan dengan errors atau kesalahan. Errors
dapat dideskripsikan sebagai unintentional mistakes. Kesalahan dapat terjadi
pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, yaitu terjadinya transaksi,
dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debet kredit,
pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak
bentuk, yaitu matematis, kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip
akuntansi. Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja (intentional), maka
kesalahan tersebut merupakan kecurangan atau fraudulent (Tunggal,
2003:301).Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah
tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan
keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (IAI,
2001:316.2).Kecurangan yang terjadi di setiap negara mempunyai jenis yang
berbeda-beda karena praktik kecurangan antara lain sangat dipengaruhi oleh
kondisi hukum di negara yang bersangkutan.Berikut adalah berbagai perspektif
kecurangan, dan menurut Bologna :
1. Kecurangan:
perspektif manusia Kecurangan bagi orang awam, adalah kecurangan yang
direncanakan yang dilakukan pada orang lain untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi pribadi, sosial atau politik. Kecurangan adalah penyimpangan persepsi
moral yang kita sebut kebenaran, keadilan hukum, keadilan dan kesamaan.
2. Kecurangan:perspektif
sosial dan ekonomi Kecurangan dianggap perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial karena kecurangan dapat menghancurkan hubungan dan kepercayaan
antar manusia. Tanpa kepercayaan, interaksi manusia tersendat dan hubungan
antar manusia tidak berkembang. Perdagangan antar manusia tidak dapat berkembang
jika tidak ada kepercayaan.
3. Kecurangan:
perspektif hukum Kecurangan dalam arti hukum adalah penggambaran kenyataan
materi yang salah yang disengaja dengan tujuan membohongi orang lain sehingga
orang tersebut mengalami kerugian ekonomi. Hukum dapat memberikan sanksi sipil
dan kriminal untuk perilaku itu. Dengan demikian, kecurangan adalah bentuk
apapun dari kelicikan, penemuan, kebohongan, pengkhianatan, penutupan atau samaran
yang dimaksudkan untuk menyebabkan orang lain terpisah dengan uang, properti
atau hak hukum lainnya dengan tidak adil.
4. Kecurangan:
perspektif akuntansi dan audit Dari sudut pandang akuntansi dan audit,
kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar
atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar
organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu
sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan,
penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang
tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan
pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok, kontraktor,
konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua kali
penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah
mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli,atau besarnya kredit
pelanggan.Klasifikasi kecurangan.
Kecurangan usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara kecurangan disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal (2001:6), yaitu:
Kecurangan usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara kecurangan disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal (2001:6), yaitu:
1. On-book
frauds (kecurangan dalam buku) Pada dasarnya metode penyembunyian kecurangan
dalam buku terjadi dalam usaha. Pembayaran atau aktivitas gelap/haram dicatat,
biasanya dengan keadaan yang mengaburkan/tidak kentara, dalam buku dan catatan
regular perusahaan.
2. Off-book frauds
(kecurangan di luar buku) Kecurangan di luar buku terjadi di luar aliran utama
akuntansi. Biasanya, apabila kecurangan di luar buku terjadi, perusahaan
umumnya mempunyai rabat pemasok yang tidak tercatat atau penjualan kas yang signifikan.
6. Perhitungan Hisab Dan Pembalasan
Di negara
kita ada suatu lembaga khusus yang menangani kejahatan yaitu POLISI, disini
polisi akan menyelidiki, dan mengungkap berbagai macam kasus kejahatan yang di
lakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan yang selanjutnya
akan diserahkan kepengadilan untuk diproses menurut UUD.
7.
Pemulihan nama baik
Nama baik
merupakan citra seseorang dimata lingkungannya, jika nama baik seseorang rusak
maka rusak pulalah citra orang tersebut di mata orang sekelilingnya. menjaga
nama baik sangatlah susah dibandingkan mendapatkanya, seseorang harus menjaga
sikapnya dan tingkah lakunya di masyarakat Tingkah laku atau perbuatan yang baik
dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu
manusia menurut sifat dasamya adalah mahluk moral yang memiliki etika dan
estetika. dan ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang hams dipatuhi manusia
untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
8. Pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Dimana ada korban yang dirugikan
atas reaksi itu, pembalasan dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar